24 Desa di Mentawai Masuk Zona Merah Megathrust

Mentawai
PELUNCURAN Program Tujuh Si Meinan Ta oleh Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto serta Simulasi Penanganan Darurat Potensi Megathrust dan Apel Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi di Halaman Gereja Viniel, Desa Tuapejat, Kecamatan Sipora Utara.

MENTAWAI, ONtime.ID—Sebanyak 24 desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai berada di zona merah ancaman bencana gempa dan tsunami Megathrust Mentawai. Kendati begitu, warga diminta untuk tidak panik secara berlebihan, sembari tetap mewaspadai potensi gempa dan tsunami yang bisa datang kapan saja itu.

Hal ini terungkap saat Peluncuran Program Tujuh Si Meinan Ta oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto serta Simulasi Penanganan Darurat Potensi Megathrust dan Apel Kesiapsiagaan Bencana Hidrometeorologi di Halaman Gereja Viniel, Desa Tuapejat, Kecamatan Sipora Utara, Kamis (5/9).

“Mentawai banyak dikunjungi oleh wisatawan luar negeri karena keindahan dan potensi alamnya. Di sisi lain, Mentawai memiliki potensi bencana alam, seperti gempa dan tsunami dengan skala besar mencapai 8,9 magnitudo. Isu ini bukan kali ini saja, tetapi sudah cukup lama. Hanya saja isu ini akhir-akhir ini sering muncul, dan hal itu tidak perlu ditakuti, namun perlu diwaspadai dengan cara meningkat kesiapsiagaan diri,” kata Letjen TNI Suharyanto

Ia mengimbau masyarakat agar tidak panik menanggapi isu tersebut, karena sejauh ini belum ada ilmuan yang bisa memastikan kapan bencana tersebut datang. Namun yang perlu ditingkatkan adalah kesiapsiagaan diri dan mengetahui apa saja yang harus dilakukan ketika bencana datang,

“Bencana tsunami yang terjadi di Mentawai beberapa tahun silam harus dijadikan pengingat agar tetap selalu meningkatkan kewaspadaan. Harapan kita semoga tidak terjadi semasa hidup kita atau anak-anak cucu kita. Kalau bisa harapan kita 10 generasi ke depan lagi. Tapi kan kita tidak tahu kapan bencana akan terjad. Untuk itu, jangan panik dan teruslah beraktivitas seperti biasa, namun tetap selalu waspada,” katanya.

Adapun maksud  Program Tujuh Si Meinan Ta yang diluncurkan pada kesempatan adalah singkatan dari tujuh T, yakni “tanggap”. Artinya. peduli dan cepat beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang berkembang. Lalu, “tangkas”. Artinya, meningkatkan kompetensi diri dan untuk penanganan kebencanaan, serta cermat dan cekatan merespons kejadian bencana.

Kemudian, “tangguh”. Artinya, mampu mengenali ancaman dan memiliki kemampuan mandiri dalam menghadapi ancaman dan pemulihan, serta memulihkan diri dari dampak bencana. Berikutnya, “terpadu”. Artinya, kolaborasi multipihak dalam penanggulangan bencana. Selanjutnya, “tanpa diskriminasi”. Artinya, menolong orang lain tanpa memandang suku, agama, ras, dan golongan.

Lalu, “transparan”. Artinya, terbuka dalam bekerja sama dan pengelolaan urusan kebencanaan secara akuntabel. Terakhir, “tuntas”, yakni melaksanakan tugas dengan kualitas baik.

Pada kesempatan itu, Pj Bupati Mentawai, Fernando Jongguran Simanjutak mengatakan, terdapat 24 desa dari 43 desa di 10 kecamatan di pesisir pantai Kepulauan Mentawai yang berada di zona tidak aman dari bencana tsunami. Kondisi tersebut membuat pemerintah dan instansi kebencanaan secara terus-menerus melakukan program peningkatan kapasitas kesiapsiagaan bencana.

“Sebagaimana kita ketahui, Kepulauan Mentawai merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi tinggi terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Wilayah kita berada di zona Megathrust Mentawai, zona rawan gempa bumi akibat pertemuan dua lempeng Indo Australia dan Eurasia, yang mana menurut para ahli akan terjadi gempa berkekuatan 8,9 M di barat daya Pulau Siberut. Gempa itu berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter dalam waktu 7 menit. Kondisi ini menuntut kita untuk lebih waspada dan memperkuat kesiapsiagaan,” tuturnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *