Kejagung dan PPATK Dalami Dugaan Aliran Korupsi BTS ke Parpol

Kejagung
Kejagung dan PPATK Dalami Dugaan Aliran Korupsi BTS ke Parpol

JAKARTA, ONTIME.ID — Kejaksaan Agung (Kejagung) akan mendalami aliran-aliran uang korupsi BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Muncul dugaan korupsi BTS mengalir ke partai-partai politik, maupun ke anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengaku, tim penyidikannya sudah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK). Kejagung dan PPATK akan menelusuri aliran uang tujuh tersangka yang sudah ditetapkan terkait kasus yang merugikan negara Rp8,32 triliun itu.

 

Febrie menambahkan, kerja sama dengan PPATK untuk mengurai kemana saja uang hasil dugaan korupsi yang bersumber dari kerugian negara terkait proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti. Febrie mengatakan, tim penyidikannya sudah mulai menggali alat-alat bukti dan petunjuk menyoal dugaan keterlibatan banyak pihak dalam skandal korupsi tersebut.

 

“Kalau mengenai dugaan aliran dana ke partai politik dan DPR, kita tidak bisa menduga-duga. Kita menunggu hasil koordinasi penyidik dengan PPATK yang saat ini sedang didalami,” kata Febrie seperti dikutip dari Republika.co.id Jakarta, Jumat (26/5).

 

Febrie mengaku mendengar informasi publik maupun penyampaian dari Menko Polhukam Mahfud MD yang menengarai dugaan aliran uang korupsi BTS 4G Bakti ke partai-partai politik. Selain itu, muncul dugaan ke Komisi I DPR sebagai mitra pendukung proyek tahun jamak setotal Rp28 triliun itu. “Itu kan yang Menko sampaikan terkait uangnya ini kemana saja, bukan ke partai-partai politik saja. Jadi nanti kita lihat hasil dari temuan penyidik dan PPATK dalam rangka kita dapat mengejar pihak-pihak lain, dan juga untuk pengembalian kerugian negaranya,” kata Febrie.

 

Karena itu, Febrie, menambahkan, untuk beberapa dari tujuh tersangka yang sudah ditetapkan penyidik menerapkan sangkaan TPPU. “Penerapan TPPU ini kan kita untuk tahu uang korupsinya ini ke siapa saja, untuk apa saja,” ujar Febrie.

Proyek tahun jamak pembangunan BTS 4G Bakti Kemenkominfo disetujui melalui Komisi I DPR. Termasuk soal besaran anggarannya. Febrie mengatakan proyek berkelanjutan itu disetujui 2020 sampai 2025. “Besar seluruh anggaran itu (Rp)28 triliun sampai 2025,” kata Febrie. Nominal tersebut kata Febrie, untuk membangun setotal 7.000-an menara telekomunikasi di seluruh wilayah terluar di Indonesia.

 

Pada 2022, Dirjen Anggaran Kemenkeu sudah mencairkan Rp10 triliun atas permintaan Kemenkominfo. Dan dari pencairan senominal tersebut sebanyak 4.200 titik BTS 4G Bakti yang bermasalah, tidak terbangun, dan tak sesuai spesifikasi. Sementara pelunasan ribuan menara bermasalah tersebut sudah dicairkan seratus persen. “Jadi, dari total anggaran (Rp)28 T sekian itu, (Rp)10 T sekian dicairkan, dan menurut BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) itu kerugiannya (Rp)8 T sekian (Rp8,3 triliun). Itukan artinya sangat besar kerugian negaranya,” ujar Febrie.

 

Versi BPKP, Senin (22/5) menyampaikan nilai Rp8,32 triliun itu, terdiri dari tiga klaster. Kerugian pertama terkait biaya penyusunan kajian dan analisa hukum pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti. Kedua, kerugian negara dalam hal penggelembungan anggaran atau mark-up.

 

Penghitungan kerugian terakhir, menyangkut soal pembayaran pembangunan BTS 4G Bakti yang sudah dilakukan di beberapa lokasi dan daerah, akan tetapi terhenti, mangkrak dan ada yang belum terbangun. Karena itu, Febrie melanjutkan, tim penyidikannya juga mendalami semua dugaan yang terkait dengan bancakan proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti Kemenkominfo tersebut. “Kita dalami semua, dan yang namanya proses penanganan perkara, kita pasti berjalan, tetapi dengan hati-hati dengan memastikan adanya bukti-bukti,” kata Febrie.

 

Dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo ini, penyidik Jampidsus sudah menetapkan tujuh tersangka. Johnny Plate ditetapkan tersangka selaku Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Anang Achmad Latief (AAL) ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi (Bakti).

 

Galumbang Menak Simanjuntak (GMS) ditetapkan tersangka selaku Direktur PT MORA Telematika. Irwan Heryawan (IH) ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Mukti Ali (MA) ditetapkan tersangka dari pihak PT Huawei Tech Investment. Satu lagi Windy Purnomo (WP) yang ditetapkan sebagai tersangka dari pihak swasta selaku perantara uang dari hasil pengaturan pemenang tender. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *