KPK Temukan 490 Pelanggaran di Danau Singkarak

kpk

JAKARTA, ONTIME.ID—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 490 pelanggaran terjadi di Danau Singkarak. Pelanggaran berupa pengubahan bentuk bibir danau hingga reklamasi itu ditengarai telah berlangsung selama bertahun-tahun. Selain di Danau Singkarak, sejumlah permasalahan juga masih ditemukan di Danau Maninjau.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding menyebutkan, pihaknya, bekerja sama dengan sejumlah pihak, terus melakukan berbagai upaya penyelamatan Danau Singkarak dan Danau Maninjau yang menjadi bagian dari Danau Prioritas Nasional.

Bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar), serta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok dan Pemkab Tanah Datar, KPK melakukan penyelesaian sengketa, legalisasi aset, hingga pemulihan fungsi Danau Singkarak.

“Kegiatan penyelamatan ini dilakukan untuk melaksanakan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Selain Danau Singkarak dan Danau Maninjau, ada 13 danau lain yang ditetapkan sebagai Danau Prioritas Nasional yang harus segera diselamatkan. Pasalnya, 15 danau tersebut memiliki nilai sosial-ekonomi yang besar untuk masyarakat di sekitarnya, namun kini kondisinya kini memprihatinkan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Ontime.id, Selasa (22/3).

Ia mengatakan, ada ratusan pelanggaran yang terjadi di Danau Singkarak. Tim KPK mencatat, setidaknya terdapat 368 pelanggaran terjadi di wilayah Kabupaten Tanah Datar dan 122 pelanggaran di wilayah Kabupaten Solok. Sehingga total ada 490 pelanggaran yang terjadi.

“Mirisnya, pelanggaran itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Adapun bentuk pelanggaran terjadi mulai dari mengubah bentuk bibir danau hingga melakukan reklamasi atau menimbun perairan danau, kemudian mendirikan bangunan di atasnya,” tuturnya.

Setelah melakukan pemeriksaan atas data dan laporan pemerintah daerah (pemda) setempat, KPK dan Kementerian ATR/BPN memberikan empat rekomendasi kepada berbagai pihak sebagai solusi penyelamatan Danau Singkarak.

“Pertama, menghentikan pembangunan tak berizin prasarana pariwisata yang berada di badan air dan di atas lahan reklamasi di Danau Singkarak. Kedua, menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pengenaan Sanksi Administratif, berdasarkan pasal 194 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, kepada para pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang,” katanya.

Ketiga, memastikan para pelaku pelanggaran melakukan pemulihan fungsi ruang dengan pengawasan dari Pemprov Sumbar, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, dan aparat penegak hukum. Terakhir, melakukan penertiban kegiatan yang tidak memiliki izin di badan maupun sempadan danau.

Rekomendasi tersebut sudah dilakukan secara bertahap, termasuk pembongkaran bangunan ilegal di atas danau. Keberhasilan ini, menurut Ipi, berkat sinergi antar-instansi yang terlibat, terutama komitmen dari pemerintah daerah setempat.

“Kami berharap koordinasi yang baik bisa terus berlanjut dan diterapkan dalam upaya penyelamatan danau-danau lainnya. Dalam hal ini, penyelamatan Danau Singkarak adalah pilot project atau proyek percontohan, sehingga menjadi prioritas,” ujarnya.

Penyelamatan Danau Singkarak ini juga mendapat dukungan dari KLHK dan Wahana Lingkungan (Walhi) Sumbar. KLHK akan ikut mengawasi penerapan sanksi administrasi bagi para pelanggarnya, yang berfokus pada peningkatan kualitas dan fungsi danau agar tetap bisa terjaga dengan baik.

 

Maninjau Terancam Bencana Ekologis

Selain Singkarak, Sumbar juga memiliki Danau Maninjau yang menjadi salah satu primadona pariwisata. Dalam hal ini, KPK bersama para pihak terkait juga telah melakukan identifikasi awal permasalahan yang dihadapi di perairan dan sempadan Danau Maninjau. Salah satunya, masih banyak ditemukan keramba apung tak berizin, yang menimbulkan berbagai dampak buruk.

“Sisa pakan dan kotoran dari jutaan ton ikan yang ada di keramba tersebut membuat air danau menjadi keruh. Selain juga mengendap di dasar danau,” ucapnya.

Di samping itu, sisa pakan dan kotoran ikan tersebut juga menyebabkan bencana ekologis terjadi, terutama saat musim hujan dan angin kencang. Limbah ikan yang ada di dasar danau teraduk ke atas, menghasilkan amonia yang meracuni ikan. Akibatnya, setiap tahun ratusan ribu ton ikan mati di Danau Maninjau.

“Reklamasi dan budi daya ikan yang ilegal di perairan danau adalah contoh masalah yang terdapat di 15 Danau Prioritas Nasional,” ucapnya.

Selain Danau Singkarak dan Danau Maninjau, danau lainnya yang masuk daftar penyelamatan adalah Danau Toba di Sumatra Utara, Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Danau di Banten, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, dan Danau Batur di Bali.

Kemudian, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Kaskade Mahakam (Melintang, Semayang, dan Jempang) di Kalimantan Timur, Danau Sentarum di Kalimantan Barat, dan Danau Limboto di Gorontalo.

Selanjutnya, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Matano di Sulawesi Selatan, dan Danau Sentani di Papua.

Danau-danau tersebut mengalami kerusakan Daerah Tangkapan Air Danau, kerusakan sempadan danau, kerusakan badan air danau, pengurangan volume tampungan danau, pengurangan luas danau, peningkatan sedimentasi, penurunan kualitas air, dan penurunan keanekaragaman hayati yang mengakibatkan masalah ekologi, ekonomi, serta sosial-budaya bagi masyarakat.

Dengan adanya upaya penyelamatan Danau Prioritas Nasional, pemerintah berharap danau sebagai kekayaan negara bisa kembali memberi manfaat yang optimal bagi seluruh lapisan masyarakat di sekitarnya. Bukan hanya untuk pihak-pihak tertentu saja.

“Selain itu, kelestarian danau juga bisa tetap terjaga agar dapat dinikmati oleh generasi penerus bangsa,” ujarnya.

 

Ditenggat Empat Bulan

Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberi tenggat waktu empat bulan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok untuk membongkar bangunan dan tanah yang berada di kawasan reklamasi di Danau Singkarak. Pembongkaran secara permanen ini guna mengembalikan fungsi dan menjaga kelangsungan ekosistem Danau Singkarak, serta mencegah aset dan kekayaan negara berpindah kepada pihak ketiga.

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR) Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang memyebutkan, biaya pembongkaran tersebut akan dibebankan pada perusahaan yang melakukan reklamasi. Pasalnya, perbuatan perusahaan telah melanggar peraturan perundang-undangan.

“Danau Singkarak harus dikembalikan pada fungsi asalnya. Untuk itu, ke depan, jika masih didapati hal sama, maka kami siap menindak, bahkan sekalipun harus sampai ke ranah hukum pidana,” katanya usai Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Kolaborasi Penyelamatan Danau Prioritas Nasional di Provinsi Sumatra Barat, di Hotel Grand Zuri Padang, Jumat (28/1).

Menurutnya, sanksi yang diberikan ini, yakni berupa perintah pembongkaran, merupakan sanksi administratif. Apabila dalam waktu tenggat yang telah diberikan Pemkab Solok tidak mampu menyelesaikan pembongkaran, maka kewenangannya akan dilimpahkan pada Pemprov Sumbar.

“Tindakan ini sebagai bentuk kehadiran negara dalam menyelesaikan pelanggaran serta pemanfaatan ruang yang salah dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Di sis lain, ia membahtah bahwa tindakan ini akan mengganggu iklim investasi di Kabupaten Solok. Pasalnya, setiap pembangunan pada dasarnya memang harus mengikuti aturan yang berlaku. Di samping itu, pihaknya juga bakal siapkan instrumen pengendalian sempadan Danau Singkarak.

“Ke depan kami akan membantu menyiapkan instrumen pengendalian di danau dan di sempadan Danau Singkarak. Sehingga akan jelas mana yang boleh dibangun, mana yang tidak boleh dibangun, dan mana yang boleh dibangun dengan syarat,” katanya.

Di lain pihak, Bupati Solok, Epyardi Asda menyatakan, pihaknya siap menghentikan secara permanen proyek reklamasi Danau Singkarak di dermaga Jorong Kalukua, Nagari Singkarak, Kecamatan X Koto Singkarak, Kabupaten Solok. Pihaknya juga siap melakukan pemulihan kembali Danau Singkarak seperti semula.

“Ini akan kami lakukan, karena reklamasi memang tidak diizinkan. Ini juga bentuk kepedulian pemerintah pusat, sehingga akan dilakukan penertiban di sekitar danau. Siapa saja yang melakukan, baik pribadi atau perusahaan harus ditindak,” tuturnya.

Epyardi menyebutkan, sebenarnya pembangunan dilakukan untuk pengembangan wisata di Solok. Namun jika itu dinilai salah, maka Pemkab Solok akan patuh. “Pembangunan reklamasi sudah dihentikan sekitar dua minggu lalu. Selain siap menghentikan permanen, kami juga membongkar atau memulihkan kembali sebagaimana yang telah diinstruksikan,” ucapnya. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *