Potensi Gempa M8,9 Megathrust Mentawai Sudah Berkurang

Gempa
Potensi Gempa M8,9 Megathrust Mentawai Sudah Berkurang

PADANG, ONTIME.ID – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat mencatat sejak 2016 lalu di zona megathrust Mentawai Siberut sudah sering kali terjadi gempa berkekuatan di atas magnitudo 6,0. 

Tentu saja konsentrasi energi yang tersimpan di daerah itu sedikit banyak sudah berkurang. Dengan banyaknya gempa berkekuatan 6, maka potensi gempa M 8,9 sudah mulai berkurang. Meski demikian masyarakat tetap diminta meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat mitigasi bencana.

 

Seperti gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,9 mengguncang Kepulauan Mentawai, Selasa (25/4) dini hari WIB.  BMKG sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami pascagempa yang terjadi sekitar pukul 03.00 itu. Peringatan tsunami pun telah diakhiri pada paginya.

 

BMKG melansir data bahwa pusat gempa di permukaan bumi atau episentrum pada peristiwa dini hari itu berada di laut sekitar 177 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai. Hiposentrum atau pusat gempa di bawah permukaan bumi berada pada kedalaman 23 kilometer.

 

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan berdasarkan laporan sempat teramati tsunami dengan ketinggian belasan centimeter. Daryono mengungkapkan gempa yang terjadi pada dini hari itu merupakan megathrust event.

 

Daryono mengatakan, dengan memerhatikan episentrum dan hiposentrum, peristiwa di Mentawai pada dini hari itu berjenis gempa bumi dangkal akibat ada subduksi lempeng Indo-Australia.’ “Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa bumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault),” ujarnya.

 

Daryono mengatakan, sejak 2016 lalu di zona megathrust Mentawai Siberut itu sudah sering kali terjadi gempa berkekuatan gempa di atas magnitudo 6,0. “Sejak tahun 2016 di zona ini sudah sering kali terjadi gempa berkekuatan di atas 6, sehingga tentu saja konsentrasi energi yang tersimpan itu sedikit banyak sudah berkurang.

Tetapi untuk menghitung secara absolut itu tidak mudah, tidak mudah dihitung dengan nilai yang pasti, karena ketidakpastian hitungan ini begitu besar. Tapi yang pasti dengan banyaknya gempa berkekuatan 6, maka potensi itu sudah tidak lagi 8,9,” kata Daryono menjawab pertanyaan soal potensi risiko perhitungan ahli soal potensi gempa hingga 8,9 di zona tersebut saat konferensi pers BMKG pada Selasa (25/4).

 

Dia mengatakan, termasuk gempa pada dini hari adalah rangkaian gempa yang signifikan sejak tahun 2016, 2018, dan 2019 yang berkekuatan 6,0. Daryono menyebut bila melihat catatan sejarah di zona tersebut gempa dahsyat yang terjadi di zona itu pada 1 Februari 1797 dengan kekuatan magnitudo 8,5 dan menimbulkan tsunami besar. “Artinya kita sudah lebih dari 300 tahun di zona ini tidak terjadi gempa besar menjadi besar. Sehingga wajar para ahli khawatir itu menjadi sebagai zona [risiko] the big one,” kata dia.

 

Oleh karena itu, kata Daryono, harapannya dengan pelepasan kekuatan di zona itu bisa signifikan tetapi tidak destruktif bahkan hingga menimbulkan tsunami. Apalagi, sambungnya, pelepasan kekuatan besar di segmen tersebut berisiko juga memengaruhi segmen di sebelahnya.

 

Daryono mengatakan zona megathrust Mentawai-Siberut itu bersebelahan dengan Segmen Batu dan Segmen Nias-Simeulue. “Sehingga yang paling penting harus kita pahami zona megathrust Sumatera adalah sebuah segmen yang aktif dan memiliki potensi terjadi gempa besar, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus membangun sistem mitigasi, menyiapkan apa saja terkait infrastruktur mitigasi. struktural, non struktural, ataupun kapasitas masyarakat,” tegasnya.

 

Megathrust adalah daerah pertemuan antar lempeng tektonik Bumi di lokasi zona subduksi. Lempeng tektonik Bumi bisa mencapai ribuan kilometer dan menjadi dasar benua dan samudra. Pelat-pelat ini bertabrakan, meluncur, dan bergerak menjauh satu sama lain.

 

Terkadang lempeng tersebut bertabrakan satu sama lain atau satu lempeng didorong ke bawah lempeng yang lain di zona subduksi. Dengan kata lain, zona subduksi adalah zona pertemuan lempeng-lempeng tersebut. Jika sejumlah lempeng tektonik bertemu, maka gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan tanah longsor yang kuat dapat terjadi.

 

Berdasarkan data BMKG, setidaknya ada 13 megathrust di Indonesia yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Mereka adalah zona megathrust Aceh-Andaman, Nias-Simelue, Batu, Mentawai Siberut, dan Mentawai-Pagai. Lalu megathrust Enggano, Selat Sunda, Jawa Barat-Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumba, Sulawesi Utara, Filipina, dan Papua.

 

Sementara itu, Kepala Stasiun Geofisika Padang Panjang, Suaidi Ahadi, mengatakan, gempa yang terjadi pada pukul 03.00.57 WIB merupakan gempa tektonik. Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M6.9. Episenter gempa terletak di laut pada jarak 177 Km barat laut Kepulauan Mentawai Sumbar pada kedalaman 23 kilometer.

 

“Kita (BMKG) mencatat ada 28 gempa bumi dalam rentang 23-25 April hingga pukul 15.00 WIB. Usai gempa parameter update dengan magnitudo M6.9 ini hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya delapan aktivitas gempa susulan (aftershock) dengan magnitudo terbesar magnitudo 4,6,” katanya.

 

Suaidi Ahadi mengatakan, BMKG sebelumnya telah mengeluarkan informasi peringatan dini terkait potensi gelombang tsunami atas gempa bumi M7.3 dari lepas pantai sebelah barat Sumbar. Akan tetapi peringatan tsunami itu kemudian berakhir pada pukul 05.17 WIB.

 

Sementara itu, BMKG juga mencatat adanya gempa bumi susulan berskala magnitudo 5 yang berpusat di 0.88 LS dan 98.52 BT pada kedalaman 12 kilometer. Gempa bumi susulan itu terjadi pada pukul 05.19 WIB atau selang dua jam setelah gempa sebelumnya.

 

Sebagai bentuk antisipasi masyarakat terhadap potensi dan ancaman bencana yang dapat ditimbulkan oleh gempa bumi, maka pihaknya mengajak masyarakat agar tidak perlu panik. Namun, tetap meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap potensi gempa bumi susulan. Menurutnya, peringatan dini gempa bumi dapat dibuat dengan memanfaatkan barang-barang yang mudah dijumpai di rumah seperti menyusun kaleng secara bertingkat. Hal itu bertujuan dapat menjadi ‘alarm’ apabila terjadi gempa bumi.

 

Ia juga mengimbau agar masyarakat dapat memastikan jalur evakuasi keluar dari rumah tidak terhalang oleh benda dengan ukuran besar seperti lemari, meja, kulkas dan sebagainya. Khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, perhatikan apabila terjadi gempa bumi yang berlangsung lebih dari 30 detik, maka diharapkan untuk segera menuju ke tempat yang lebih tinggi untuk menghindari kemungkinan terjadinya tsunami.

 

Sejumlah warga di Kecamatan Siberut Barat mengungsi ke perbukitan setelah gempa berkekuatan 7,3 dikoreksi menjadi 6,9, mengguncang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Selasa dini hari. (mentawaikita.com)

 

Warga Pesisir Pantai Mengungsi

Usai Gempa tektonik dengan M6,9 mengguncang Kepulauan Mentawai membuat warga yang berada di pesisir pantai melakukan evakuasi secara mandiri ke daerah perbukitan yang dianggap aman dari gelombang tsunami.

 

Kalaksa BPBD Kepulauan Mentawai, Novriadi, mengatakan, pascagempa M6,9 tersebut juga menginstruksikan kepada masyarakat melalui WhatsApp Group Kebencanan Mentawai untuk melakukan evakuasi ke daerah perbukitan, khususnya bagi masyarakat pesisir pantai yang dekat dengan titik gempa.

 

“Mohon kepada masyarakat yang dekat dengan titik gempa khususnya Siberut Barat, Siberut Utara dan Barat Daya untuk melakukan Evakuasi, khususnya warga Sagulubbek, Simalegi, Simatalu, Sigapokna, Sikabaluan dan Taileleu,” kata Novriadi melalui pesan WhatsApp Group tersebut.

 

Sebagian besar masyarakat pesisir pantai Kepulauan Mentawai melakukan evakuasi mandiri ke daerah perbukitan, bahkan sebagian besar masyarakat bertahan di pengungsian hingga pagi hari.

 

Di sisi lain masyarakat atau wisatawan mancanegara (wisman) yang sedang berada di beberapa Resort di pulau-pulau kecil juga melakukan evakuasi secara mandiri pasca terjadinya gempa dengan M6,9.

 

“Kami merasakan cukup kuat gempa, kemudian mendapatkan informasi adanya peringatan dini tsunami, lalu tanpa pikir panjang kami langsung turun ke daratan Tuapejat menggunakan sepeda boat bersama dengan tamu (wisman-Red) melakukan evakuasi ke perbukitan sampai situasi menjadi aman,” kata Musril, crew salah satu resort yang berada di Pulau Awera yang terletak di wilayah Desa Tuapejat, Sipora Utara Kepulauan Mentawai. (vand)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *